Menarik sebenarnya menyimak film satu ini, dan hasil dari akibat pemutarannya ( sebenarnya pas awal pemutaran film ini dan membaca sinopsisnya saya merasa aneh,,,apakah penulis dan semua yang terlibat dalam terciptanya film ini tidak melakukan penelitian terlebih dahulu?"). saya melakukan sedikit penelitian terhadap film ini, film ini diangkat dari cerita dalam salah sebuah blog, yang katanya berdasarkan "True Story" sinopsisnya antara lain :
Adapun Cahyo, dikisahkan sebagai cowok ganteng asal Yogya, bekerja sebagai chef di Jakarta. Ia anak pasangan Fadholi dan Munawaroh, keluarga muslim yang taat beribadah.
Sedangkan Diana, dikisahkan sebagai gadis asal Padang.Perempuan berparas sangat Indonesia, mahasiswa jurusan seni tari. Ia tinggal bersama om dan tantenya di Jakarta. Keluarga Diana penganut Katolik taat. Cahyo dan Diana bertemu di pertunjukan tari kontemporer di Jakarta. Mereka memutuskan berpacaran walaupun berbeda keyakinan. Mereka bahkan serius melanjutkan hubungan hingga jenjang pernikahan.
Diana was-was ketika Cahyo mengajaknya menemui orangtuanya. Ibu Cahyo bisa memahami cinta anaknya, tapi tidak Pak Fadholi. Sampai kapan pun Pak Fadholi tidak akan merestui Cahyo. Bila Cahyo memaksa, Pak Fadholi memilih memutus ikatan tali keluarga. Ternyata tidak mudah bagi Cahyo dan Diana menjalani cinta beda keyakinan.
Ibu Diana juga keberatan dengan pilihan putrinya. Kakak-kakak Diana, termasuk om dan tantenya, telah meninggalkan keyakinan mereka. Ibu Diana memaksa Diana mengikuti kehendaknya. Itu sebabnya, Diana akhirnya memilih kembali ke Padang dan menerima perjodohan dengan dokter Oka, lelaki pilihan ibunya dan seiman. Ia coba tutup hatinya untuk Cahyo.
Dan akhirnya seperti sudah diduga, banyak sekali dari perkumpulan masyarakat yang menentang isi dari film ini, khususnya dari perkumpulan masyarakat minangkabau. Ada yang berprasangka bahwa pasti ada maksud lain dari pemutaran film ini. Dan sayang sekali kisah ini memang tidak masuk akal.:(
Seharusnya film ini dan setiap orang yang terlibat dalam pembuatannya, bisa sedikit melakukan kajian khususnya untuk bagian masyarakat yang akan dicantumkan dalam film. Bagian masyarakat ini adalah masyarakat Minangkabau yang secara jelas dan turun temurun telah mengamalkan falsafah "Adat basandi syarak, dan Syarak basandi Kitabullah" yang artinya bahwa, masyarakat Minangkabau mempunyai adat yang bersendikan agama, dan agama itu bersendikan dari Alquran.
Bagaimana mungkin sutradara dan para pembuat film bisa tidak mengetahui hal ini?
Mengutip dari perkataan walikota Payakumbuah, yaitu Riza Falepi Datuak Rajo Ka Ampek Suku yang mengatakan :”Film Cinta Tapi Beda itu diduga kuat menyimpang dari falsafah hidup
Minangkabau, memutarbalikkan fakta dan memojokkan masyarakat
Minangkabau yang kental dengan Islam. Jika dibiarkan beredar atau
diputar pada bioskop-bioskop, akan membuat hati masyarakat Minang
terluka. Karena, cerita yang dibuat sutradaranya, tidak sesuai
dengan budaya Minang,” kata Riza Falepi.
Sangat disayangkan sekali jika para pembuat film CTB ini bisa sangat tidak sensitif tentang isu-isu sensitif seperti itu.
Tapi yang mengejutkan adalah isu-isu yang berkembang setelahnya, Adalah seorang Sutomo Paguci dengan tenangnya menuding "sikap
penolakan masyarakat Minangkabau atas film Cinta Tapi Beda adalah karena
etnik ini berada dalam cengkraman pola pikir wahabisme."
Saya menjadi berpikir, apakah ini maksud pemutaran film tersebut?.Membuat resah suatu kelompok masyarakat setelah itu membuat isu yang menyudutkan sebuah kelompok masyarakat yang nantinya pasti akan sangat merugikan cuma satu pihak?.
0 komentar:
Post a Comment